TOTAL QUALITY MANAJEMEN
TQM adalah pendekatan manajemen pada suatu organisasi, berfokus pada kualitas dan didasarkan atas partisipasi dari keseluruhan sumber daya manusia dan ditujukan pada kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan dan memberikan manfaat pada anggota
organisasi (sumber daya manusianya) dan masyarakat TQM juga diterjemahkan sebagai pendekatan berorientasi pelanggan yang memperkenalkan perubahan manajemen yang sistematik dan perbaikan terus menerus terhadap proses, produk, dan pelayanan suatu organisasi. Proses TQM memiliki input yang spesifik (keinginan, kebutuhan, dan harapan pelanggan), mentransformasi (memproses) input dalam organisasi untuk memproduksi barang atau jasa yang ada gilirannya memberikan kepuasa kepada pelanggan (output).
Tujuan utama Total Quality Management adalah perbaikan mutu pelayanan secara terus-menerus. Dengan demikian, juga Quality Management sendiri yang harus dilaksanakan secara terus-menerus. Sejak tahun 1950-an pola pikir mengenai mutu terpadu atau TQM sudah muncul di daratan Amerika dan Jepang dan akhirnya Koji Kobayashi, salah satu CEO of NEC, diklaim sebagai orang pertama yang mempopulerkan TQM, yang dia lakukan pada saat memberikan pidato pada pemberian penghargaan Deming prize di tahun 1974 (Deming prize, established in December 1950 in honor of W. Edwards Deming, was originally designed to reward Japanese companies for major advances in quality improvement. Over the years it has grown, under the guidance of Japanese Union of Scientists and Engineers (JUSE) to where it is now also available to non-Japanese companies, albeit usually operating in Japan, and also to individuals recognised as having made major contributions to the advancement of quality.)
Banyak perusahaan Jepang yang memperoleh sukses global karena memasarkan produk yang sangat bermutu. Perusahaan/organisasi yang ingin mengikuti perlombaan/ bersaing untuk meraih laba/manfaat tidak ada jalan lain kecuali harus menerapkan Total Quality Management. Philip Kolter (1994) mengatakan “Quality is our best assurance of custemer allegiance, our strongest defence against foreign competition and the only path to sustair growth and earnings”.
Di Jepang, TQM dirangkum menjadi empat langkah, yaitu sebagai berikut.
• Kaizen: difokuskan pada improvisasi proses berkelanjutan (continuous Improvement) sehingga proses yang terjadi pada organisasi menjadi visible (dapat dilihat), repeatable (dapat dilakukan secara berulang-ulang), dan measurable (dapat diukur).
• tarimae Hinshitsu: berfokus pada efek intangible pada proses dan optimisasi dari efek tersebut.
• Kansei: meneliti cara penggunaan produk oleh konsumen untuk peningkatan kualitas produk itu sendiri.
• Miryokuteki Hinshitsu: manajemen taktis yang digunakan dalam produk yang siap untuk diperdagangkan.
Penerapan Total Quality Management dipermudah oleh beberapa piranti, yang
sering disebut “alat TQM”. Alat-alat ini membantu kita menganalisis dan mengerti masalah-masalah serta membantu membuat perencanaan. Delapan alat TQM yang diuraikan adalah sebagai berikut.
1. Curah pendapat (sumbang saran) –Brainstorming
Curah pendapat adalah alat perencanaan yang dapat digunakan untuk mengembangkan kreativitas kelompok. Curah pendapat dipakai, antara lain untuk menentukan sebabsebab yang mungkin dari suatu masalah atau merencanakan langkah-langkah suatu proyek.
2. Diagram alur (bagan arus proses)
Bagan arus proses adalah satu alat perencanaan dan analisis yang digunakan, antara lain untuk menyusun gambar proses tahap demi tahap untuk tujuan analisis, diskusi, atau komunikasi dan menemukan wilayah-wilayah perbaikan dalam proses.
3. Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah suatu alat analisis yang digunakan untuk menganalisis masalah-masalah dengan kerangka Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunities (peluang), dan Threats (ancaman).
4. Ranking preferensi
Alat ini merupakan suatu alat interpretasi yang dapat digunakan untuk memilih gagasan dan pemecahan masalah di antara beberapa alternatif.
5. Analisis tulang ikan
Analisis tulang ikan (juga dikenal sebagai diagram sebab-akibat) merupakan alat analisis, antara lain untuk mengkategorikan berbagai sebab potensial dari suatu masalah dan menganalisis apa yang sesungguhnya terjadi dalam suatu proses.
6. Penilaian kritis
Penilaian kritis adalah alat Bantu analisis yang dapat digunakan untuk memeriksa setiap proses manufaktur, perakitan, atau jasa. Alat ini membantu kita untuk memikirkan apakah proses itu memang dibutuhkan, tepat, dan apakah ada alternatif yang lebih baik.
7. Benchmarking
Benchmarking adalah proses pengumpulan dan analisis data dari organisasi kita dan dibandingkan
dengan keadaan di dalam organisasi lain. Hasil dari proses ini akan menjadi patokan untuk memperbaiki organisasi kita secara terus menerus. Tujuan benchmarking adalah bagaimana
organisasi kita bisa dikembangkan sehingga menjadi yang terbaik.
8. Diagram analisa medan daya (bidang kekuatan)
Diagram medan daya merupakan suatu alat analisis yang dapat digunakan, antara lain untuk mengidentifikasi berbagai kendala dalam mencapai suatu sasaran dan mengidentifikasi berbagai sebab yang mungkin serta pemecahan dari suatu masalah atau peluang.
Syarat syarat pelaksanaan TQM dalam suatu perusahaan adalah sebagai berikut.
1. Setiap perusahaan/organisasi harus secara terus meneurus melakukan perbaikan mutu produk dan pelayanan sehingga dapat memuaskan para pelanggan.
2. Memberikan kepuasan kepada pemilik, pemasok, karyawan, dan para pemegang saham.
3. Memiliki wawasan jauh ke depan dalam mencari laba dan memberikan kepuasan.
4. Fokus utama ditujukan pada proses, baru menyusul hasil.
5. Menciptakan kondisi di mana para karyawan aktif berpartisipasi dalam menciptakan keunggulan mutu.
6. Ciptakan kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan dan aktif memotivasi karyawan bukan dengan cara otoriter sehingga diperoleh suasana kondusif bagi lahirnya ide-ide baru.
7. Rela memberikan ganjaran, pengakuan bagi yang sukses dan mudah memberikan maaf bagi yang belum berhasil/berbuat salah.
8. Setiap keputusan harus berdasarkan pada data, baru berdasarkan pengalaman/ pendapat.
9. Setiap langkah kegiatan harus selalu terukur jelas sehingga pengawasan lebih mudah.
10. Program pendidikan dan pelatihan hendaknya menjadi urutan utama dalam upaya peningkatan mutu
Manajemen pengetahuan
Manajemen Pengetahuan (Bahasa Inggris: Knowledge Management) adalah kumpulan perangkat, teknik, dan strategi untuk mempertahankan, menganalisis, mengorganisasi, meningkatkan, dan membagikan pengertian dan pengalaman. Pengertian dan pengalaman semacam itu terbangun atas pengetahuan, baik yang terwujudkan dalam seorang individu atau yang melekat di dalam proses dan aplikasi nyata suatu organisasi. Fokus dari MP adalah untuk menemukan cara-cara baru untuk menyalurkan data mentah ke bentuk informasi yang bermanfaat, hingga akhirnya menjadi pengetahuan.
Cut Zurnali (2008) mengemukakan istilah knowledge management pertama sekali digunakan oleh Wiig pada tahun 1986, saat menulis buku pertamanya mengenai topik Knowledge Management Foundations yang dipublikasikan pada tahun 1993. Akhir-akhir ini, konsep knowledge management mendapat perhatian yang luas. Hal ini menyatakan secara tidak langsung proses pentransformasian informasi dan intellectual assets ke dalam enduring value. Knowledge management merupakan kekhususan organisasi (organization-specific), ketika perhatian dasarnya adalah ekploitasi dan pengembangan organizational knowledge assets kepada tujuan-tujuan organisasi selanjutnya. Knowledge management bukan merupakan sesuatu yang lebih baik (better things), tapi untuk mengetahui bagaimana mengerjakan sesuatu dengan lebih baik (things better).
Kegiatan manajemen pengetahuan (MP) ini biasanya dikaitkan dengan tujuan organisasi semisal untuk mencapai suatu hasil tertentu seperti pengetahuan bersama, peningkatan kinerja, keunggulan kompetitif, atau tingkat inovasi yang lebih tinggi. Pada umumnya, motivasi organisasi untuk menerapkan MP antara lain:
• Membuat pengetahuan terkait pengembangan produk dan jasa menjadi tersedia dalam bentuk eksplisit
• Mencapai siklus pengembangan produk baru yang lebih cepat
• Memfasilitasi dan mengelola inovasi dan pembelajaran organisasi
• Mendaya-ungkit keahlian orang-orang di seluruh penjuru organisasi
• Meningkatkan keterhubungan jejaring antara pribadi internal dan juga eksternal
• Mengelola lingkungan bisnis dan memungkinkan para karyawan untuk mendapatkan pengertian dan gagasan yang relevan terkait pekerjaan mereka
• Mengelola modal intelektual dan aset intelektual di tempat kerja
Pengetahuan bukanlah sekadar informasi. Pengetahuan bersarang bukan di wadah tempat disimpannya informasi (semisal basis data), melainkan berada di pengguna informasi bersangkutan. Terdapat beberapa hal yang membedakan antara pengetahuan, informasi, dan data. Memahami beda antara ketiganya sangatlah penting dalam memahami MP. Transfer pengetahuan (salah satu aspek dari manajemen pengetahuan) dalam berbagai bentuk, telah sejak lama dilakukan. Contohnya adalah melalui diskusi sepadan dalam kerja, magang, perpustakaan perusahaan, pelatihan profesional, dan program mentoring. Walaupun demikian sejak akhir abad ke-20, teknologi tambahan telah diterapkan untuk melakukan tugas ini, seperti basis pengetahuan, sistem pakar, dan repositori pengetahuan.
Pengertian Manajemen Pengetahuan
Mengutip pendapat Henczel dalam Singh (2007), Cut Zurnali mengemukakan bahwa untuk mendefinisikan knowledge benar-benar sulit sebagaimana menggabungkan banyak intangibles seperti pengalaman (experience), intuisi (intuition), pertimbangan (judgement), keahlian (skill), dan pelajaran yang dipelajari (lessons learned), yang secara potensial memperbaiki berbagai tindakan. Knowledge merupakan keadaan kognitif pikiran yang dicapai dengan menggabungkan pemahaman dan kognisi (understanding and cognition). Hal ini sering ditunjukkan sebagai penyusunan dan pendokumentasian knowledge seperti patents, databases, manuals, reports, procedures, dan white papers.
Terdapat beberapa definisi manajemen pengetahuan, yang dirangkum Singh dalam Cut Zurnali (2008), yaitu:
1. Menurut Dimttia dan Oder (2001), manajemen pengetahuan adalah mengenai penggalian dan pengorganisasian pengetahuan untuk mengembangkan organisasi yang menguntungkan dan lebih efisien. Secara terperinci Dimttia dan Oder memaparkan bahwa manajemen pengetahuan merupakan proses menangkap keahlian kolektif organisasional, di mana pun pengetahuan tersebut berada, baik di dalam database, pada paper-paper, atau di kepala orang, dan kemudian mendistribusikan pengetahuan tersebut ke mana pun agar dapat menghasilkan pencapaian yang terbesar.
2. Menurut Wiig (1999), manajemen pengetahuan adalah bangunan sistematis, eksplisit dan disengaja, pembaharuan, dan aplikasi pengetahuan untuk memaksimalkan efektivitas yang berkenaan dengan pengetahuan organisasi dan pengembalian kembali aset pengetahuan organisasi.
3. Menurut Townley (2001), manajemen pengetahuan adalah seperangkat proses menciptakan dan berbagi pengetahuan ke seluruh organisasi untuk mengoptimalkan pencapaian misi dan tujuan organisasi. Jadi, manajemen pengetahuan adalah mengenai meningkatkan penggunaan pengetahuan organisasional melalui praktik-praktik manajemen informasi dan pembelajaran organisasi untuk mencapai keunggulan kompetetitif dalam pengambilan keputusan.
Knowledge Management System Conceptual Model
Berdasarkan pendapat-pendapat Denise (2007), Nonaka and Takeuchi (1995), Sarvary (1999), Choo (1998), Davenport et al. (1998), dan Zarifian (1999), Cut Zurnali (2008) mencoba mengungkap model konseptual sistem knowledge management. Model yang dikemukakan memperhitungkan pengetahuan individual (individual knowledge) sebagai starting point bagi penciptaan pengetahuan keorganisasian . Dan sejak informasi telah menjadi bahan dasar (raw material) dari pegangan pengetahuan individual, maka ia merupakan landasan dasar dari organisasi pengetahuan (knowledge organization). Cut Zurnali (2008) menambahkan bahwa pengetahuan individual yang muncul merupakan kombinasi dari informasi, interpretasi, refleksi, dan pengalaman dalam sebuah konteks yang pasti (certain context). Selanjutnya perlu dipertimbangkan juga pentingnya mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan yang ada.
Oleh sebab itu, menurut Cut Zurnali (2008), pengetahuan individual diciptakan ketika informasi berjalan melalui proses internal yang mencakup interpretasi, refleksi dan menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang ada pada individu sehingga dapat diaplikasikan ke dalam situasi atau konteks baru. Agar mendorong individu memproses informasi untuk menciptakan pengetahuan, maka setiap proses pembelajaran harus punya arti. Sebuah sudut pandang yang jelas dari pengetahuan untuk dikembangkan merupakan sebuah keharusan untuk menstimulasi komitmen pada penciptaan dan pengoperasian pengetahuan tersebut. Pandangan bersama bekerja sebagai sebuah "mental map" yang menuntun para individu dalam tiga area yang berkorelasi, yaitu:
1. The world in which they live (dunia tempat mereka hidup);
2. The world in which they must live (dunia tempat mereka harus hidup); dan
3. Knowledge that needs to be developed in order to follow the pathway between these two worlds (pengetahuan yang perlu untuk dikembangkan agar untuk mengikuti lorong antara kedua dunia tempat mereka hidup dan dunia tempat mereka harus hidup).
Lebih lanjut Cut Zurnali (2008) menambahkan bahwa untuk menciptakan pengetahuan organisasional maka pengetahuan individual (yang terdiri dari dua dimensi: a tacit dimension dan an explicit dimension) harus dieksternalisasikan. Penciptaan pengetahuan organisasional terjadi melalui konversi yang dikombinasikan dari setiap kedua dimensi, jadi mempromosikan pembelajaran kelompok dan penyebaran kepada seluruh level organisasional. Proses pentransformasian informasi ke dalam pengetahuan ditempatkan dalam tingkat internal individual, mencakup reflection, interpretation dan connection untuk later practical experimentation dalam konteks tepat.
Usaha keras organisasi untuk mengumpulkan dan menyediakan informasi tidak menjamin pemrosesan dan akses individual, oleh karena itu, tindakan yang menstimulasi akses dan menyebabkan pemrosesan informasi merupakan dasar dalam perputaran setiap tindakan praktis ke dalam perilaku alamiah untuk dimasukkan ke dalam sebuah budaya organisasional (the organisational culture). Pengetahuan individual harus ditransfer kepada individu dan kelompok lain agar dapat mempromosikan pengetahuan organisasional. Untuk ditransfer, pengetahuan harus dieksternalisasikan dengan memilikinya dan diinternalisasikan dengan kekurangannya, dengan penerapan utamanya pada tacit knowledge, sehinggai para kompetitor sulit menirunya. Nonaka and Takeuchi (1995) dalam Cut Zurnali (2008) menyatakan, transformasi pengetahuan individual ke dalam pengetahuan organisasional terjadi melalui sosialisasi (socialization), eksternalisasi (externalization), internalisasi (internalization) dan kombinasi (combination). Oleh karena itu setiap proses dapat menempatkan transformasi pengetahuan tersebut dari orang ke orang dan dari kelompok ke kelompok.
Oleh karena itu menurut Cut Zurnali (2008) tujuan dari knowledge management adalah untuk mengimplementasikan tindakan agar dapat memasok landasan pengetahuan organisasional yang untuk selanjutnya dapat mempromosikan pencapaian dari proses ketika landasan dari model konseptual knowledge management ditujukan. Menurut Cut Zurnali (2008), Model konseptual knowledge management menyajikan enam phase dari pelajaran pengetahuan yaitu:
1. Penciptaan arti atau visi bersama dari tujuan pengembangan pengetahuan;
2. Penyediaan informasi;
3. Penginduksian pemrosesan internal bagi penciptaan pengetahuan individual;
4. Pengkonversian pengetahuan individual ke dalam pembelajaran kelompok;
5. Penyebaran pengetahuan ke level organisasional lainnya; dan
6. Pengaplikasian pengetahuan secara praktis
Menurut Cut Zurnali (2008), cakupan yang muncul dari knowledge management secara luas memfokuskan pada tiga arus utama: Landasan pengetahuan (the nature of knowledge), aspek-aspek manajerial dan organisasional dari implementasinya (the organizational and managerial aspects of its implementation), dan cara dan maksud penciptaan dan penggunaan sistem pengelolaan pengetahuan (the ways and means of creating and utilizing knowledge management Systems). Mengacu pada pendapat Nonaka and Takeuchi (1995), Day (2005), Jashapara (2005), dan Gupta, et. al.(2005), Cut Zurnali menambahkan bahwa arus the nature of knowledge diterima sebagai perbedaan antara eksplisit dan implisit dari pengetahuan. Porsi yang baik dari penelitian dalam knowledge management mengonsentrasikan pada cara ketika organisasi dapat mengekstrak dan menggunakan implicit knowledge. Arus aplikasi dan pengimplementasian manajerial dan organisasional pengetahuan dalam organisasi juga telah menaruh perhatian para periset. Sedikit model yang diajukan menggambarkan aliran pengetahuan dalam pengaturan organisasional.
Berdasarkan pendapat-pendapat Holsapple and Jones (2004, 2005), Rubenstein and Geisler (2003), dan Muthusamy and Palanisamy (2004), Cut Zurnali (2008) mengemukakan bahwa model rantai pengetahuan yang lebih advance yang menggambarkan aktivitas primer dan sekunder dari pengetahuan. Aktivitas primer meliputi, pembelian, penyeleksian, penghasilan, dan pengeluaran pengetahuan sedangkan aktivitas sekunder mencakup, pengukuran, pengontrolan, pengkoordinasiaan, dan kepemimpinan pengetahuan. Dalam model yang dikemukakan, disajikan usaha pengombinasian kedua kategori ini dari manfaat aktivitas organisasi dengan meningkatkan daya saing dalam lingkungan organisasi. Arus ke tiga, memfokuskan pada penciptaan, pengimplementasian dan penggunaan knowledge management systems, dipandang secara utama sebagai sebuah topik organisasi dari adopsi dan adaptasi, aliran penelitian ini juga mencakup pengujian pertambahan nilai dari adopsi dan pemanfaatan knowledge management systems.
Sistem Pakar (Expert System) dalam Knowledge Management
Sistem pakar (expert system) merupakan salah satu teknologi andalan dalam knowledge management, terutama melalui empat alur skema penerapan atau aplikasi dalam suatu organisasi, yaitu:
1. Case-based reasoning (CBR) yang merupakan representasi knowledge berdasarkan pengalaman, termasuk kasus dan solusinya;
2. Rule-based reasoning (RBR) mengandalkan serangkaian aturan-aturan yang merupakan representasi dari knowledge dan pengalaman karyawan/manusia dalam memecahkan kasus-kasus yang rumit yang sedang dihadapi;
3. Model-based reasoning (MBR) melalui representasi knowledge dalam bentuk atribut, perilaku, antar hubungan maupun simulasi proses terbentuknya knowledge;
4. Constraint-satisfaction reasoning yang merupakan kombinasi antara Rule-based reasoning (RBR) dan Model-based reasoning (MBR).
Di dalam konfigurasi yang demikian, dimungkinkan pengembangan knowledge management di salah satu unit organisasi dokumentasi dan informasi dalam bentuk:
1. Proses mengoleksi, mengorganisasikan, mengklasifikasikan, dan mendiseminasikan (menyebarkan) knowledge ke seluruh unit kerja dalam suatu organisasi agar knowledge tersebut berguna bagi siapapun yang memerlukannya,
2. Kebijakan, prosedur yang dipakai untuk mengoperasikan database dalam suatu jaringan intranet yang selalu up-to-date,
3. Menggunakan ICT (Information and Communication Technology) yang tepat untuk menangkap knowledge yang terdapat di dalam pikiran individu sehingga knowledge itu bisa dengan mudah digunakan bersama dalam suatu organisasi,
4. Adanya suatu lingkungan untuk pengembangan aplikasi sistem pakar (expert systems);
5. Analisis informasi dalam databases, data mining atau data warehouse sehingga hasil analisis tersebut dapat segera diketahui dan dipakai oleh lembaga,
6. Mengidentifikasi kategori knowledge yang diperlukan untuk mendukung lembaga, mentransformasikan basis knowledge ke basis yang baru,
7. Mengkombinasikan pengindeksan, pencarian knowledge dengan pendekatan semantics atau syntacs,
8. Mengorganisasikan dan menyediakan know-how yang relevan, kapan, dan bila mana diperlukan, mencakup proses, prosedur, paten, bahan rujukan, formula, best practices, prediksi dan cara-cara memecahkan masalah. Secara sederhana, intranet, groupware, atau bulletin boards adalah sarana yang memungkinkan lembaga menyimpan dan mendesiminasikan knowledge,
9. Memetakan knowledge (knowledge mapping) pada suatu organisasi baik secara on-line atau off-line, pelatihan, dan perlengkapan akses ke knowledge.
Birkinsaw dalam Cut Zurnali (2008) juga menggaris bawahi tiga keadaan yang sangat memengaruhi berhasil atau tidaknya knowledge management yaitu:
1. Penerapannya tidak hanya menghasilkan knowledge baru, tetapi juga untuk mendaur-ulang knowledge yang sudah ada.
2. Teknologi informasi belum sepenuhnya bisa menggantikan fungsi-fungsi jaringan sosial antar anggota organisasi.
3. Sebagian besar organisasi tidak pernah tahu apa yang sesungguhnya mereka ketahui, banyak knowledge penting yang harus ditemukan lewat upaya-upaya khusus, padahal knowledge itu sudah dimiliki sebuah organisasi sejak lama.
Dengan demikian, knowledge management akan membuat berbagi informasi (shared information) tersebut menjadi bermanfaat. Knowledge management termasuk strategi dari tanggung jawab dan tindak lanjut (commitment), baik untuk meningkatkan efektivitas organisasi maupun untuk meningkatkan peluang/kesempatan. Tujuan dari knowledge management adalah meningkatkan kemampuan organisasi untuk melaksanakan proses inti lebih efisien. Davenport et.al (1988) dalam Cut Zurnali (2008) menjelaskan sasaran umum dari sistem knowledge management dalam praktik adalah sebagai berikut:
1. Menciptakan knowledge: Knowledge diciptakan seiring dengan manusia menentukan cara baru untuk melakukan sesuatu atau menciptakan know-how. Kadang-kadang knowledge eksternal dibawa ke dalam organisasi/institusi;
2. Menangkap knowledge: Knowledge baru diidentifikasikan sebagai bernilai dan direpresentasikan dalam suatu cara yang masuk akal dan dapat dicerna;
3. Menjaring knowledge: Knowledge baru harus ditempatkan dalam konteks agar dapat ditindaklanjuti. Hal ini menunjukkan kedalaman manusia (kualitas tacit) yang harus ditangkap bersamaan dengan fakta explicit;
4. Menyimpan knowledge: Knowledge yang bermanfaat harus dapat disimpan dalam format yang baik dalam penyimpanan knowledge, sehingga orang lain dalam organisasi dapat mengaksesnya atau menggunakannya;
5. Mengolah knowledge: Sebagaimana sebuah perpustakaan (library), knowledge harus dibuat up-to-date. Hal tersebut harus di review untuk menjelaskan apakah knowledge tersebut relevan atau akurat.
6. Menyebarluaskan knowledge: Knowledge harus tersedia dalam format yang bermanfaat untuk semua orang atau anggota dalam organisasi yang memerlukan knowledge tersebut, di mana pun dan tersedia setiap saat.
Tipe Proyek Manajemen Pengetahuan
Studi yang dilakukan oleh Davenport (Davenport & De Long 1999) mengidentifikasi empat tipe besar proyek manajemen pengetahuan terkait pada titik tekan yang dimilikinya:
1. Menciptakan simpanan pengetahuan
Penekanannya adalah pada menangkap pengetahuan dan untuk memperlakukan pengetahuan sebagai suatu entitas yang terpisah dari orang-orang yang menciptakan dan menggunakannya. Maka yang dilakukan adalah membuat dokumen yang berisi pengetahuan yang telah direkam dan menyimpannya di suatu simpanan di mana dia bisa dengan mudah diakses.
2. Meningkatkan akses terhadap pengetahuan dan transfer atasnya
Menekankan pada aktivitas penyediaan akses ke pengetahuan atau memfasilitasi transfer pengetahuan antar individu. Dalam hal ini, kesulitannya biasanya terletak pada bagaimana menemukan orang dengan pengetahuan yang dibutuhkan dan lalu secara efektif mentransfernya ke orang lainnya. Hal ini juga akan tergantung pada peningkatan kapabilitas teknologi organisasi bersangkutan. Aktivitas dari proyek ini biasanya berbasis komunal, semisal berbentuk: komunitas online atau komunitas tatap muka, workshop, seminar, sistem konferensi video desktop, scan dokumen dan perangkat berbagi lainnya.
3. Menyuburkan lingkungan pengetahuan
Proyek ini terkait aktivitas membangun lingkungan berkontribusi untuk penciptaan, penyebaran, dan penggunaan pengetahuan yang lebih efektif. Aktivitas yang tercakup di sini semisal pembentukan kesadaran dan pembudayaan perhatian terkait pentingnya berbagi pengetahuan. Termasuk juga di dalamnya adalah bagaimana mengubah perilaku dan memberikan insentif untuk berbagi pengetahuan.
4. Mengelola pengetahuan sebagai suatu aset
Fokusnya di sini adalah pada memperlakukan pengetahuan sebagaimana aset lain di neraca keuangan. Namun sifat pengetahuan yang tidak secara konkret berwujud memang membuatnya sangat susah untuk ditransformasi dan diestimasi dalam konteks finansial.
Manajemen risiko
Manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk: Penilaian risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi risiko dengan menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan risiko kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko tertentu. Manajemen risiko tradisional terfokus pada risiko-risiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam atau kebakaran, kematian, serta tuntutan hukum. Manajemen risiko keuangan, di sisi lain, terfokus pada risiko yang dapat dikelola dengan menggunakan instrumen-instrumen keuangan.
Sasaran dari pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko yang berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan oleh lingkungan, teknologi, manusia, organisasi dan politik. Di sisi lain pelaksanaan manajemen risiko melibatkan segala cara yang tersedia bagi manusia, khususnya, bagi entitas manajemen risiko (manusia, staff, dan organisasi).
Gambar elemen manajemen resiko
Dalam perkembangannya Risiko-risiko yang dibahas dalam manajemen risiko dapat diklasifikasi menjadi
• Risiko Operasional
• Risiko Hazard
• Risiko Finansial
• Risiko Strategik
Hal ini menimbulkan ide untuk menerapkan pelaksanaan Manajemen Risiko Terintegrasi Korporasi (Enterprise Risk Management).Manajemen Risiko dimulai dari proses identifikasi risiko, penilaian risiko, mitigasi,monitoring dan evaluasi.
Pengertian Risiko
Risiko berhubungan dengan ketidakpastian ini terjadi oleh karena kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan terjadi.Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat berakibat menguntungkan atau merugikan.menurut Wideman, ketidak pastian yang menimbulkan kemungkinan menguntungkan dikenal dengan istilah peluang (Opportunity), sedangkan ketidak pastian yang menimbulkan akibat yang merugikan dikenal dengan istilah risiko (Risk).
Secara umum risiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dihadapi seseorang atau perusahaan dimana terdapat kemungkinan yang merugikan. Bagaimana jika kemungkinan yang dihadapi dapat memberikan keuntungan yang sangat besar sedangkan kalaupun rugi hanya kecil sekali? Misalnya membeli loterei. Jika beruntung maka akan mendapat hadiah yang sangat besar tetapi jika tidak beruntung uang yang digunakan membeli loterei relatif kecil.Apakah ini juga tergolong Risiko? jawabannya adalah hal ini juga tergolong risiko. Selama mengalami kerugian walau sekecil apapun hal itu dianggap risiko.
Kategori risiko
Risiko dapat dikategorikan ke dalam dua bentuk :
1. risiko spekulatif, dan
2. risiko murni.
Risiko spekulatif
Risiko spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi perusahaan yang dapat memberikan keuntungan dan juga dapat memberikan kerugian. Risiko spekulatif kadang-kadang dikenal pula dengan istilah risiko bisnis(business risk). Seseorang yang menginvestasikan dananya disuatu tempat menghadapi dua kemungkinan. Kemungkinan pertama investasinya menguntungkan atau malah investasinya merugikan. Risiko yang dihadapi seperti ini adalah risiko spekulatif. Risiko spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi yang dapat memberikan keuntungan dan juga dapat menimbulkan kerugian.
Risiko murni
Risiko murni (pure risk) adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu contoh adalah kebakaran, apabila perusahaan menderita kebakaran,maka perusahaan tersebut akan menderita kerugian. kemungkinan yang lain adalah tidak terjadi kebakaran. Dengan demikian, kebakaran hanya menimbulkan kerugian, bukan menimbulkan keuntungan, kecuali ada kesengajaan untuk membakar dengan maksud-maksud tertentu. Risiko murni adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu cara menghindarkan risiko murni adalah dengan asuransi. Dengan demikian besarnya kerugian dapat diminimalkan. itu sebabnya risiko murni kadang dikenal dengan istilah risiko yang dapat diasuransikan ( insurable risk ). Perbedaan utama antara risiko spekulatif dengan risiko murni adalah kemungkinan untung ada atau tidak, untuk risiko spekulatif masih terdapat kemungkinan untung sedangkan untuk risiko murni tidak dapat kemungkinan untung.
Konflik manajemen
Manajemen konflik melibatkan strategi pelaksanaan untuk membatasi aspek-aspek negatif dari konflik dan untuk meningkatkan aspek-aspek positif dari konflik pada tingkat yang sama dengan atau lebih tinggi dari mana konflik berlangsung. Selain itu, tujuan dari manajemen konflik adalah untuk meningkatkan belajar hasil dan kelompok (efektifitas atau kinerja dalam pengaturan organisasi) (Ra padanya, 2002, hal 208.). Hal ini tidak peduli dengan menghilangkan semua konflik atau menghindari konflik. Konflik dapat berharga untuk kelompok dan organisasi. Telah terbukti meningkatkan hasil kelompok bila ditangani dengan benar (misalnya Alpert, Osvaldo, & Hukum, 2000; Booker & Jame anak, 2001; Ra-nya & Bono ma, 1979, Kuhn & Poole, 2000; Gereja & Marks, 2001) .
Konflik Resolusi Vs. Manajemen Konflik
Sebagai nama menyarankan, resolusi konflik melibatkan pengurangan, penghapusan, atau penghentian segala bentuk dan jenis konflik. Dalam prakteknya, ketika orang berbicara tentang resolusi konflik mereka cenderung menggunakan istilah-istilah seperti negosiasi , tawar-menawar , mediasi , atau arbitrase .
Sejalan dengan rekomendasi dalam "bagaimana" bagian, perusahaan bisa mendapatkan keuntungan dari jenis yang tepat dan tingkat konflik. Itu adalah tujuan dari manajemen konflik, dan bukan tujuan dari resolusi konflik . Manajemen konflik tidak selalu berarti resolusi konflik . "Pengelolaan konflik melibatkan merancang efektif makro-tingkat strategi untuk meminimalkan disfungsi konflik dan meningkatkan fungsi konstruktif konflik dalam rangka meningkatkan pembelajaran dan efektivitas dalam sebuah organisasi" (Rahim, 2002, hal 208.). Belajar adalah penting untuk umur panjang dari kelompok manapun. Hal ini terutama berlaku untuk organisasi, pembelajaran organisasi adalah penting bagi setiap perusahaan untuk tetap di pasar. Dikelola dengan konflik meningkat pembelajaran melalui peningkatan sejauh mana kelompok menampilkan peta dan menantang status quo (Luthans, Rubach, & Marsnik, 1995).
Model Manajemen Konflik
Ada banyak gaya perilaku manajemen konflik yang telah diteliti di abad yang lalu. Salah satu, awal Parker Mary Follet (1926/1940) menemukan konflik yang dikelola oleh individu dalam tiga cara utama: dominasi, kompromi , dan integrasi. Dia juga menemukan cara lain untuk penanganan konflik yang dipekerjakan oleh organisasi, seperti menghindari dan penindasan.
Model Konflik Awal Manajemen
Blake dan Mouton (1964) adalah di antara yang pertama untuk menyajikan skema konseptual untuk mengklasifikasikan mode (gaya) untuk menangani konflik antarpribadi menjadi lima jenis: memaksa, menarik, smoothing, kompromi, dan pemecahan masalah.
Pada tahun 1970-an dan 1980-an, para peneliti mulai menggunakan niat dari para pihak yang terlibat untuk mengklasifikasikan gaya manajemen konflik bahwa mereka akan termasuk dalam model mereka. Kedua Thomas (1976) dan Pruitt (1983) mengajukan model yang didasarkan pada keprihatinan dari para pihak yang terlibat dalam konflik. Kombinasi dari perhatian pihak untuk kepentingan mereka sendiri (yaitu ketegasan ) dan kepedulian mereka untuk kepentingan orang-orang di seberang meja (yaitu kooperatif ) akan menghasilkan gaya manajemen konflik tertentu. Pruitt disebut gaya ini menghasilkan (ketegasan rendah / tinggi kooperatif), pemecahan masalah (ketegasan tinggi / kooperatif tinggi), kelambanan (ketegasan rendah / low kooperatif), dan bersaing (ketegasan tinggi / rendah kooperatif). Pruitt berpendapat bahwa pemecahan masalah adalah metode yang disukai ketika mencari pilihan yang saling menguntungkan.
Khun dan Model Poole
Khun dan Poole (2000) membentuk sebuah sistem serupa manajemen kelompok konflik. Dalam sistem mereka, mereka membagi model yang konfrontatif Kozan ke dalam dua sub model: distributif dan integratif.
• Distributif - Disini konflik didekati sebagai distribusi jumlah yang tetap hasil positif atau sumber daya, di mana satu sisi akan berakhir menang dan KALAH lainnya, bahkan jika mereka memenangkan beberapa konsesi.
• Integratif - Grup menggunakan model integratif melihat konflik sebagai kesempatan untuk mengintegrasikan kebutuhan dan keprihatinan dari kedua kelompok dan membuat hasil terbaik. Model ini memiliki penekanan berat pada kompromi daripada model distributif. Khun dan Poole menemukan bahwa model integratif mengakibatkan hasil tugas secara konsisten baik terkait dibandingkan mereka yang menggunakan model distributif.
DeChurch dan ini Marks Meta-Taksonomi
DeChurch dan Marks (2001) meneliti literatur yang tersedia tentang manajemen konflik pada saat itu dan mendirikan apa yang mereka klaim adalah "meta-taksonomi" yang mencakup semua model lainnya. Mereka berpendapat bahwa semua gaya lain memiliki melekat di dalamnya menjadi dua dimensi - keaktifan ("sejauh mana perilaku konflik membuat kesan responsif dan langsung daripada diam dan tidak langsung") dan keramahan ("sejauh mana perilaku konflik membuat menyenangkan dan santai daripada kesan tidak menyenangkan dan strainful "). Keaktifan tinggi ditandai dengan terbuka mendiskusikan perbedaan pendapat sementara sepenuhnya mengejar kepentingan mereka sendiri. Keramahan tinggi ditandai dengan berusaha untuk memuaskan semua pihak yang terlibat. Dalam studi mereka dilakukan untuk memvalidasi divisi ini, keaktifan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas resolusi konflik , tetapi keramahan dari gaya manajemen konflik, apa pun itu, itu sebenarnya memiliki dampak positif pada bagaimana kelompok merasa tentang Cara konflik dikelola, apapun hasilnya.
Rahim meta Model
Rahim (2002) mencatat bahwa ada kesepakatan di kalangan sarjana manajemen bahwa tidak ada pendekatan yang terbaik untuk bagaimana membuat keputusan, memimpin atau mengelola konflik. Dalam nada yang sama, daripada menciptakan model yang sangat spesifik dari manajemen konflik, Rahim menciptakan meta-model (dalam banyak cara yang sama bahwa DeChurch dan Marks, 2001, menciptakan meta-taksonomi) untuk gaya konflik didasarkan pada dua dimensi, kekhawatiran untuk diri dan kepedulian terhadap orang lain.
Dalam kerangka ini adalah lima pendekatan manajemen: mengintegrasikan, mewajibkan, mendominasi, menghindari, dan kompromi. Integrasi melibatkan keterbukaan, bertukar informasi, mencari alternatif, dan memeriksa perbedaan sehingga memecahkan masalah dengan cara yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Mewajibkan dikaitkan dengan berusaha meminimalkan perbedaan dan menyoroti kesamaan untuk memenuhi keprihatinan dari pihak lain. Bila menggunakan gaya mendominasi satu pihak pergi semua keluar untuk memenangkan tujuan nya dan, sebagai akibatnya, sering mengabaikan kebutuhan dan harapan dari pihak lain. Ketika menghindari pihak gagal untuk memuaskan kekhawatiran sendiri serta kepedulian dari pihak lain. Terakhir, mengorbankan melibatkan memberi dan menerima dimana kedua belah pihak memberikan sesuatu untuk membuat keputusan yang dapat diterima bersama. (Rahim, 2002).
Perubahan manajemen
Manajemen perubahan adalah sebuah pendekatan untuk pergeseran / transisi individu , tim , dan organisasi dari kondisi saat ini ke keadaan masa depan yang diinginkan. Ini adalah proses organisasi yang bertujuan membantu para pemangku kepentingan perubahan untuk menerima dan merangkul perubahan dalam lingkungan bisnis mereka. Dalam beberapa proyek manajemen konteks, manajemen perubahan mengacu pada proses manajemen proyek dimana perubahan proyek secara resmi diperkenalkan dan disetujui.
Kotter mendefinisikan manajemen perubahan sebagai pemanfaatan struktur dasar dan alat untuk mengontrol setiap upaya perubahan organisasi. Mengubah tujuan manajemen adalah untuk memaksimalkan manfaat organisasi dan meminimalkan dampak perubahan pada pekerja dan menghindari gangguan.
Perubahan Organisasi
Perubahan organisasi adalah pendekatan terstruktur dalam sebuah organisasi untuk memastikan bahwa perubahan yang lancar dan berhasil dilaksanakan, dan bahwa manfaat yang berkelanjutan dari perubahan yang dicapai. Dalam lingkungan bisnis modern, organisasi menghadapi perubahan yang cepat tidak seperti sebelumnya. Globalisasi dan inovasi konstan hasil teknologi dalam lingkungan bisnis terus berkembang. Fenomena baru seperti media sosial dan kemampuan beradaptasi ponsel telah merevolusi bisnis dan dampak dari hal ini adalah kebutuhan yang semakin meningkat untuk perubahan, dan karena itu manajemen perubahan. Pertumbuhan teknologi juga memiliki efek sekunder dari meningkatkan ketersediaan dan karena itu akuntabilitas dari pengetahuan. Informasi yang mudah diakses telah mengakibatkan pengawasan belum pernah terjadi sebelumnya dari pemegang saham dan media. mencongkel mata dan telinga mendengarkan menaikkan taruhannya untuk usaha bisnis gagal dan meningkatkan tekanan pada eksekutif berjuang. Dengan lingkungan bisnis mengalami perubahan begitu banyak, organisasi kemudian harus belajar untuk menjadi nyaman dengan perubahan juga. Oleh karena itu, kemampuan untuk mengelola dan beradaptasi dengan perubahan organisasi adalah kemampuan penting yang diperlukan di tempat kerja saat ini.
Karena perkembangan teknologi, perubahan organisasi modern sebagian besar didorong oleh inovasi eksterior ketimbang bergerak internal. Dan ketika perkembangan ini terjadi, organisasi yang beradaptasi tercepat buat sendiri keunggulan kompetitif. Sedangkan perusahaan yang menolak untuk mengubah mendapatkan tertinggal dan ini dapat menghasilkan keuntungan yang drastis dan / atau kerugian pangsa pasar.
Perubahan organisasi secara langsung mempengaruhi semua departemen dari karyawan entry level dengan manajemen atas. Dengan perkembangan terakhir seperti pemasaran media sosial dan aplikasi ponsel pintar, seluruh perusahaan harus belajar bagaimana menangani perubahan baru bagi organisasi. Apakah itu CMO menentukan bagaimana untuk memasukkan media sosial, atau sekretaris yang mewakili diri mereka sendiri dan perusahaan mereka bertanggung jawab secara online, perubahan terjadi dengan cepat di hari ini yang pernah berkembang di dunia.
Ketika menentukan teknik terbaru atau inovasi untuk mengadopsi, ada empat komponen utama yang harus dipertimbangkan.
1. Tingkat, tujuan dan strategi,
2. Sistem pengukuran,
3. Urutan langkah-langkah,
4. Implementasi dan perubahan organisasi,
Perubahan organisasi dapat memiliki banyak wajah. Tetapi terlepas dari jenis, aspek kritis adalah kemampuan perusahaan untuk memenangkan buy-in dari karyawan organisasi mereka terhadap perubahan tersebut. Untuk secara efektif menerapkan perubahan organisasi ada proses empat langkah. Pertama, mengakui perubahan dalam lingkungan bisnis yang lebih luas. Kedua, mengembangkan penyesuaian yang diperlukan untuk kebutuhan perusahaan mereka. Ketiga, pelatihan karyawan mereka pada perubahan yang sesuai. Dan keempat, memenangkan dukungan dari karyawan dengan persuasi dari penyesuaian yang diperlukan. Ini proses empat langkah adalah perubahan manajemen dalam esensinya, dan perubahan organisasi dalam praktek.
Contoh perubahan organisasi
1. Misi perubahan,
2. Strategis perubahan,
3. Operasional perubahan (termasuk perubahan Struktural),
4. Perubahan teknologi,
5. Mengubah sikap dan perilaku personil
Perubahan organisasi dapat memiliki banyak wajah. Tetapi terlepas dari jenis, aspek kritis adalah kemampuan perusahaan untuk memenangkan buy-in dari karyawan organisasi mereka terhadap perubahan tersebut. Untuk secara efektif menerapkan perubahan organisasi ada proses empat langkah.
1. Menyadari perubahan dalam lingkungan bisnis yang lebih luas,
2. Mengembangkan penyesuaian yang diperlukan untuk kebutuhan perusahaan mereka,
3. Pelatihan karyawan mereka pada perubahan yang sesuai,
4. Memenangkan dukungan dari karyawan dengan keberhasilan penyesuaian,
Ini proses empat langkah adalah perubahan manajemen dalam esensinya, dan perubahan organisasi dalam praktek. Sebagai praktek multidisiplin yang telah berkembang sebagai hasil penelitian ilmiah, Manajemen Perubahan Organisasi harus dimulai dengan diagnosis sistematis situasi saat ini untuk menentukan baik kebutuhan untuk perubahan dan kemampuan untuk berubah. Tujuan, isi, dan proses perubahan semua harus ditentukan sebagai bagian dari rencana Manajemen Perubahan.
Perubahan proses Manajemen dapat mencakup pemasaran kreatif untuk memungkinkan komunikasi antara penonton perubahan, serta pemahaman sosial yang mendalam tentang gaya kepemimpinan dan dinamika kelompok. Sebagai trek terlihat pada proyek transformasi, Manajemen Perubahan Organisasi menyelaraskan harapan kelompok', berkomunikasi, mengintegrasikan tim dan mengelola pelatihan orang. Itu membuat penggunaan metrik kinerja, seperti hasil keuangan, efisiensi operasional, komitmen kepemimpinan, efektivitas komunikasi, dan kebutuhan yang dirasakan untuk perubahan untuk merancang strategi yang tepat, untuk menghindari kegagalan perubahan atau menyelesaikan proyek perubahan bermasalah.
Manajemen perubahan yang berhasil adalah lebih mungkin terjadi jika berikut ini disertakan: Manfaat manajemen dan realisasi untuk menentukan pemangku kepentingan terukur bertujuan, membuat kasus bisnis untuk prestasi mereka (yang harus terus diperbarui), dan monitor asumsi, risiko, dependensi, biaya, laba atas investasi, dis-manfaat dan isu-isu budaya yang mempengaruhi kemajuan terkait pekerjaan.
1. Efektif Komunikasi yang menginformasikan kepada stakeholder berbagai alasan untuk perubahan (mengapa?), Manfaat dari keberhasilan pelaksanaan (apa yang di dalamnya bagi kita, dan Anda) serta rincian perubahan (ketika di mana?? Siapa yang terlibat? berapa banyak biayanya dll)?.
2. Merancang pendidikan yang efektif, pelatihan dan / atau peningkatan keterampilan skema bagi organisasi.
3. Kontra resistensi dari karyawan perusahaan dan menyelaraskan mereka ke arah strategis organisasi secara menyeluruh.
4. Memberikan konseling pribadi (jika diperlukan) untuk mengurangi perubahan yang berhubungan dengan ketakutan.
5. Pemantauan pelaksanaan dan fine-tuning yang diperlukan.
Lima prinsip dasar, dan bagaimana menerapkannya
Manajemen perubahan adalah keterampilan dasar di mana kebanyakan pemimpin dan manajer harus kompeten. Ada sangat sedikit lingkungan kerja bekerja di mana manajemen perubahan tidak penting.
Artikel ini mengambil melihat prinsip-prinsip dasar manajemen perubahan, dan memberikan beberapa tips tentang bagaimana prinsip-prinsip tersebut dapat diterapkan.
Ketika para pemimpin atau manajer berencana untuk mengelola perubahan, ada lima prinsip utama yang perlu diingat:
1. Orang yang berbeda bereaksi secara berbeda untuk mengubah
2. Setiap orang memiliki kebutuhan dasar yang harus dipenuhi
3. Perubahan sering melibatkan kerugian, dan orang-orang pergi melalui "kurva loss"
4. Harapan harus dikelola secara realistis
5. Ketakutan harus ditangani dengan
Berikut adalah beberapa tips untuk menerapkan prinsip-prinsip di atas ketika mengelola perubahan:
• Berikan informasi orang - terbuka dan jujur tentang fakta-fakta, tetapi tidak memberi spekulasi terlalu optimis. Yaitu memenuhi kebutuhan KETERBUKAAN mereka, tapi dengan cara yang tidak diatur HARAPAN REALISTIS.
• Untuk kelompok besar, menghasilkan strategi komunikasi yang menjamin informasi yang disebarluaskan secara efisien dan komprehensif untuk semua orang (jangan biarkan selentingan mengambil alih). Misalnya: memberitahu semua orang pada waktu yang sama. Namun, menindaklanjuti ini dengan wawancara individu untuk menghasilkan strategi pribadi untuk menghadapi perubahan. Hal ini membantu untuk mengenali dan menangani secara tepat dengan REAKSI INDIVIDUAL berubah.
• Berikan orang pilihan untuk membuat, dan jujur tentang kemungkinan konsekuensi dari pilihan-pilihan. Yaitu memenuhi PENGENDALIAN dan kebutuhan KESATUAN
• Berikan waktu orang, untuk mengekspresikan pandangan mereka, dan mendukung pengambilan keputusan mereka, memberikan pelatihan, konseling atau informasi yang sesuai, untuk membantu mereka melalui CURVE RUGI
• Dimana perubahan melibatkan kerugian, mengidentifikasi apa yang akan atau mungkin mengganti kerugian yang - loss lebih mudah untuk mengatasi jika ada sesuatu untuk menggantinya. Ini akan membantu meredakan KETAKUTAN potensial.
• Di mana dimungkinkan untuk melakukannya, memberikan individu kesempatan untuk mengekspresikan keprihatinan mereka dan memberikan jaminan - juga untuk membantu meredakan KETAKUTAN potensial.
• Terus mengamati praktik manajemen yang baik, seperti membuat waktu untuk diskusi informal dan umpan balik (meskipun tekanan mungkin tampak bahwa wajar untuk membiarkan hal-hal seperti tergelincir - selama perubahan sulit praktik semacam itu bahkan lebih penting).
Di mana Anda memulai sebuah program perubahan yang besar, Anda harus memperlakukannya sebagai sebuah proyek. Itu berarti Anda menerapkan semua kerasnya manajemen proyek untuk proses perubahan - memproduksi rencana, mengalokasikan sumber daya, menunjuk papan kemudi dan / atau sponsor proyek dll. Kelima prinsip di atas harus menjadi bagian dari tujuan proyek.
Pada halaman kedua dari artikel ini, Anda dapat membaca deskripsi diperluas dari masing-masing lima prinsip.